Berita :
Ketua Umum DPP PDIP Megawati
Soekarnoputri tak ingin partainya dicap tidak konsisten alias plinplan terkait
wacana kenaikan harga BBM. Dia menyatakan, sikap penolakan selama sepuluh tahun
pemerintahan SBY dan keputusan mendukung –bahkan mendesak– SBY agar menaikkan
harga BBM dalam waktu dekat disertai hitung-hitungan realistis.
Presiden ke-5 RI itu mengawali
pembelaannya dengan menegaskan bahwa posisi PDIP selama dua periode
pemerintahan SBY bukan oposisi. Sebab, kata dia, faktanya masih banyak kader
PDIP yang duduk sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota.
Posisi partainya, lanjut
Megawati, hanya berada di luar pemerintahan. Pasalnya, tidak ada satu pun kader
partai berlambang kepala banteng dengan moncong putih itu yang duduk di
kabinet. ”Sekali lagi, kalian (pihak luar) yang katakan kami oposisi,” tegas
Megawati di acara pembubaran tim kampanye nasional (timkamnas) Jokowi-JK di
kantor timkamnas, Jalan Sisingamangaraja, Jakarta, Jumat (29/8).
Dia kemudian menyatakan, PDIP
pernah menolak kenaikan harga BBM saat pemerintahan SBY karena saat itu menilai
masih mungkin dilakukan penundaan. Dia menegaskan, penolakan PDIP bukan asal
tolak atau hanya karena kepentingan politis. ”Ya, kami katakan, ini loh
reason-nya. Bukan berarti ketika (itu) kami asal menolak. Kami
berkalkulasi secara nyata, jangan kira kami tidak konsekuen, tidak begitu,”
ucap Megawati.
Atas dasar yang sama pula,
menurut Mega, pihaknya sekarang menganggap kondisi keuangan negara terkini
mengharuskan pemerintah mencabut subsidi BBM. Jika tidak, keuangan negara akan
terus memburuk. ”Realitanya, yang namanya pembelanjaan APBN itu mengalami
defisit, nah terus mencari pemasukannya gimana?” ujar dia.
Dari kompleks parlemen Senayan,
Jakarta, Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR Puan Maharani mengaku heran dengan
anggapan bahwa PDIP inkonsisten menyikapi masalah subsidi BBM. Menurut dia,
protes tersebut tidak pas karena hingga kini Jokowi-JK belum dilantik.
”Bagaimana membangun bangsa ke depan harus diperhatikan, dalam artian kalau
kita naikkan (harga BBM) bagaimana. Jadi, saya juga bingung kalau teman-teman
mengatakan PDIP dulu menolak (kenaikan harga BBM), sekarang menerima.
Presidennya aja masih yang sekarang (SBY),” ucapnya sambil berlalu.
Selama pemerintahan SBY, PDIP
memang selalu menolak ketika pemerintah berencana menaikkan harga BBM dengan
berbagai alasan. Namun, Jokowi mengaku siap menaikkan harga BBM bersubsidi
nanti meskipun kebijakan tersebut dianggap tidak populer oleh masyarakat.
Bagi Jokowi, yang terpenting,
kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi itu disertai pengalihan anggaran untuk
pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Sementara itu, Jusuf Kalla (JK)
berpendapat, harga BBM seharusnya sudah dinaikkan karena kelangkaan BBM telah
menjalar ke mana-mana.
Presiden Klarifikasi
Jika mantan Presiden Megawati
gerah dengan tudingan plinplan, Presiden SBY merasa tak nyaman karena terus
didesak oleh banyak pihak untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Kemarin SBY pun
menyampaikan pendapat lewat akun pribadi yang diunggah di YouTube.
”2004 saya tidak mendesak
pemerintahan untuk menaikkan harga BBM, dulu sangat jauh gapnya. Ketika saya
menaikkan harga BBM yang persentasenya tinggi, saya tidak pernah membebani
pemerintahan Ibu Megawati,” kata SBY dalam akunnya di YouTube. ”Saya
memahami dulu kenapa saya harus menaikkan harga BBM. Karena selalu ada
kewajiban tugas yang harus dijawab satu pemerintahan ke pemerintahan yang
lain,” tambah dia.
Menurut SBY, situasi tersebut
sekarang berbeda. Karena itu, dia mengatakan, para pemegang pemerintahan harus
menghormati kebijakan dan pilihan masing-masing. Sebab, tantangan yang dihadapi
tentu berbeda. ”Kenapa sekarang kami dipaksa menaikkan harga BBM? Apa tidak
akan menaikkan kemiskinan? Kalau saya naikkan harga BBM tahun ini, beban rakyat
akan terlalu berat,” tuturnya. (dyn/c10/kim)
Sumber : http://www.jawapos.com/baca/artikel/6452/Soal-Kenaikan-Harga-BBM-Megawati-Gerah-Disebut-Plinplan
Nama : Deivy Triasti Apriliasanti
Kelas : 2EA03
NPM : 12213136
Tidak ada komentar:
Posting Komentar